IWayan Karta, dkk., Teh Cang Salak:Teh dari Limbah Kulit Salak dan Kayu Secang yang Berpotensi Untuk Pencegahan dan Pengobatan Penyakit Degeneratif Meditory | ISSN Online : 2549-1520, ISSN Cetak
MALANG - Peneliti dari kalangan mahasiswa Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya Malang mengungkapkan, limbah kulit salak yang sudah diolah menjadi serbuk teh mampu menjadi obat penurun panas dan diabetes."Ide dasar pembuatan teh dari kulit salak ini bermula dari keinginan kami untuk memanfaatkan limbah kulit salak karena mengandung unsur aktif 'Cinamic acid derivative'," kata salah seorang mahasiswa yang tergabung dalam penelitian teh kulit salak tersebut Mhas Agoes Triambada di Malang, Mhas Agoes Triambada, ada empat mahasiswa lain yang mendukung penelitian tersebut, yakni Audisty Oktavian, Saraswati, Wildan Noor, dan lanjut Mhas Agoes mengatakan, Cinamic acid derivative merupakan senyawa yang mampu mendorong regenerasi sel epitel. Zat tersebut juga berperan penting dalam proses perbaikan pankreas pada penderita diabetes tipe aktif lain yang terkandung dalam kulit salak yang sudah diolah menjadi teh itu, kata Mhas Agoes, adalah Pterostilbene, yakni zat anti diabetes yang berperan langsung dalam menurunkan kadar gula berbahan baku limbah kulit salak karya lima mahasiswa Universitas Brawijaya UB Malang yang diberi nama "Litlak Tea" itu dijual seharga Rp Teh kulit salak tersebut diolah menjadi sejumlah varian rasa, yakni original, cokelat, dan vanila dengan ukuran gelas original dikhususkan untuk penderita diabetes, sedangkan rasa cokelat dan vanila untuk kalangan non-diabetes. "Kami berharap teh hasil penelitian kami ini bisa diterima oleh semua kalangan sebagai minuman sehat dan nikmat, terutama bagi penderita diabetes," mahasiswa tersebut juga berharap ada investor yang mau bergabung untuk memajukan dan mengembangkan peluang usaha tersebut dan akhirnya bisa diterima pasar secara luas. sumber Antara
CaraKerja Penelitian 1. Ambillah kulit buah salak ( jangan pakai buah ). 2. Bilas dengan air sampai bersih. 3. Kemudian masukkan ke dalam kuali ( jangan kuali aluminium, atau besi ). 4. Tuangkan dengan air secukupnya 5. Rebus menggunakan api kecil sekali, sampai mendidih airnya.
This study aims to treat salacca peel and secang wood waste into herbal tea and analyze the phytochemical content and antioxidant capacity and organoleptic test of the products made. Salak skin waste samples were taken at the salak center in Sibetan Village and secang wood obtained in Tenganan Village, Karangasem. Antioxidant capacity testing was carried out in the Laboratory Service Unit of the Faculty of Agricultural Technology at UNUD, and phytochemical tests at the Health Polytechnic Department of Denpasar. Organoleptic tests were carried out on 20 panelists. Tea is made by mixing secang wood powder which has been mashed with salak skin powder using 3 variations, namely VR1 gram gram, VR2 1gram 1 gram, VR3 gram gram , then soaked in hot water and results showed that Cang Salak Tea with variations of VR1, VR2, and VR3 has active phytochemical content of flavonoids, tannins, alkaloids, terpenoids, and phenols. These compounds have the potential for degenerative diseases. Antioxidant capacity in VR1, VR2, and VR3 are and mg / L GAEAC. The difference in content is caused by the presence of antioxidants in higher secang wood compared to bark. The tea has the potential to be developed into an antioxidant drink which is useful for the prevention and control of degenerative diseases. Organoleptic tests showed that Cang Salak tea products with various variations were favored by panelists. The most preferred color is in VR1, the aroma is on VR3, and it feels on VR2. Future studies require strength tests of antioxidant activity and in vitro or in vivo testing of Cang Salak tea for degenerative diseases Discover the world's research25+ million members160+ million publication billion citationsJoin for free Meditory Meditory ISSN Online 2549-1520, ISSN Cetak 2338 – 1159, Vol. 7, No. 1, Juni 2019 Hlm. 27 – 36, 27 TEH CANG SALAK TEH DARI LIMBAH KULIT SALAK DAN KAYU SECANG YANG BERPOTENSI UNTUK PENCEGAHAN DAN PENGOBATAN PENYAKIT DEGENERATIF I Wayan Karta1, 2Putu Annand Kurnia Iswari, 3Luh Ayu Nanamy Khrisnashanti Eva Susila 1Jurusan Analis Kesehatan Poltekkes Kemenkes Denpasar 2 KIRS 4 Denpasar 3Fakultas Kedokteran, Universitas Diponegoro Jl. Sanitasi Sidakarya, Denpasar Email iwayankartaganesh Abstract Background Salacca peel and secang wood contain secunder metabolite that use for health, so is needed the practice health product like a tea. Objective This study aims to treat salacca peel and secang wood waste into herbal tea and analyze the phytochemical content and antioxidant capacity and organoleptic test of the products made. Methods Salacca peel waste samples were taken at the salak center in Sibetan Village and secang wood obtained in Tenganan Village, Karangasem. Antioxidant capacity testing was carried out in the Laboratory Service Unit of the Faculty of Agricultural Technology at UNUD, and phytochemical tests at the Health Polytechnic Department of Denpasar. Organoleptic tests were carried out on 20 panelists. Tea is made by mixing secang wood powder which has been mashed with salak skin powder using 3 variations, namely VR1 gram gram, VR2 1gram 1 gram, VR3 gram gram , then soaked in hot water and analyzed. Result The results showed that Cang Salak Tea with variations of VR1, VR2, and VR3 has active phytochemical content of flavonoids, tannins, alkaloids, terpenoids, and phenols. These compounds have the potential for degenerative diseases. Antioxidant capacity in VR1, VR2, and VR3 are and mg / L GAEAC. The difference in content is caused by the presence of antioxidants in higher secang wood compared to bark. The most preferred color is in VR1, the aroma is on VR3, and it feels on VR2. Conclusion The tea has the potential to be developed into an antioxidant drink which is useful for the prevention and control of degenerative diseases. Organoleptic tests showed that Cang Salak tea products with various variations were favored by panelists. Future studies require strength tests of antioxidant activity and in vitro or in vivo testing of Cang Salak tea for degenerative diseases. Keywords salacca, secang wood, antioxidant, tea, degenerative disease PENDAHULUAN Penyakit degeneratif adalah penyakit akibat penurunan fungsi organ tubuh. Tubuh mengalami defisiensi produksi enzim dan hormon, imunodefisiensi, peroksida lipid, kerusakan sel DNA danpembuluh darah. Secara umum dikatakan bahwa penyakit ini merupakan proses penurunan fungsi organ tubuh yang umumnya terjadi pada usia tua. Penyakit degeneratif disebut juga sebagai penyakit yang mengiringi proses penuaan. Pesatnya perkembangan penyakit tersebut telah mendorong masyarakat luas untuk memahami dampak yang ditimbulkannya. Menurut WHO, hingga I Wayan Karta, dkk., Teh Cang SalakTeh dari Limbah Kulit Salak dan Kayu Secang yang Berpotensi Untuk Pencegahan dan Pengobatan Penyakit Degeneratif Meditory ISSN Online 2549-1520, ISSN Cetak 2338 – 1159, Vol. 7, No. 1, Juni 2019 Hlm. 27 – 36, 28 akhir tahun 2005 saja penyakit degeneratif telah menyebabkan kematian hampir 17 juta orang di seluruh dunia. Penyakit degeneratif adalah istilah medis untuk menjelaskan suatu penyakit yang muncul akibat proses kemunduran fungsi sel tubuh dari keadaan normal menjadi lebih buruk. Ada sekitar 50 penyakit degeneratif. Penyakit yang masuk dalam kelompok ini antara lain kanker, diabetes melitus, stroke, jantung koroner, kardiovaskular, obesitas, dislipidemia dan sebagainya. Dari berbagai hasil penelitian modern diketahui bahwa munculnya penyakit degeneratif mempunyai kaitan cukup kuat dengan bertambahnya proses penuaan usia seseorang. Meskipun faktor keturunan juga berperan cukup besar. Pergesaran pola hidup termasuk pola makan menyebabkan ketidakseimbangan antara senyawa antioksidan dan prooksidan dalam tubuh. Ketidakseimbangan tersebut menyebabkan terjadinya stress oksidatif yang berujung pada terjadinya beberapa penyakit seperti diabetes mellitus, atherosclerosis, kanker, cardiovaskuler. Salah satu upaya untuk menekan terjadinya stress oksidatif pada tubuh adalah dengan menyeimbangkan jumlah antioksidan dan prooksidan dalam tubuh dengan cara mengkonsumsi makanan sebagai sumber senyawa bioaktif untuk meningkatkan kapasitas antioksidan plasma. Oleh karena itu, dibutuhkan produk pangan yang memiliki kandungan aktif antioksidan yang berpotensi untuk pencegahan dan penanggulangan penyakit degeneratif. Dalam penelitian ini akan dikembangkan produk berupa teh dari limbah kulit salak dari Agrowisata Salak Desa Sibetan dan kayu secang dari Desa Tenganan Kabupaten Karangasem. Bentuk produk ini berupa celup bubuk kulit salak yang dicampur dengan serbuk kayu secang dan dikemas. Produk ini akan dikenal sebagai teh Cang Salak. Istilah “Teh” memiliki makna yang cukup luas, tidak hanya berlaku untuk sebutan tanaman Camellia sinensis pohon teh. Semua jenis minuman dari tanaman apapun yang disajikan dengan cara diseduh bisa disebut sebagai “Teh”. Berbagai jenis minuman yang dihasilkan dari daun, kulit, akar, bunga tumbuhan lain selain tanaman teh juga disebut dengan istilah teh. Misalnya adalah teh ginseng, teh I Wayan Karta, dkk., Teh Cang SalakTeh dari Limbah Kulit Salak dan Kayu Secang yang Berpotensi Untuk Pencegahan dan Pengobatan Penyakit Degeneratif Meditory ISSN Online 2549-1520, ISSN Cetak 2338 – 1159, Vol. 7, No. 1, Juni 2019 Hlm. 27 – 36, 29 bunga melati, teh daun sirsak, teh bunga rosela atau teh krisan1. Kulit salak di Agro Abian Salak Desa Sibetan selama ini belum dimanfaatkan, padahal kulit salak memiliki manfaat untuk kesehatan. Sebagian masyarakat percaya dan pernah mencoba meminum air seduhan kulit salak untuk mengatasi penyakit diabetes. Ekstrak etanol kulit buah salak mengandung metabolit sekunder alkaloid, polifenolat, flavonoid, tanin, kuinon, monoterpen dan seskuiterpen dengan parameter standar simplisia non spesifik berupa kadar air sebesar 13,25%, kadar abu total sebesar 5,61% dan kadar abu tidak larut asam sebesar 0,50%2. Kayu secang mengandung asam galat, tanin, resin, resorsin, brazilin, brasilein, d-alfa-phellandrene, oscimene, minyak atsri. Ekstrak kayu secang Caesalpinia sappan L. hasil penapisan mengandung lima senyawa aktif yang terkait dengan flavonoid baik sebagai antioksidan primer maupun antioksidan sekunder. Telah diketahui ternyata flavonoid yang terdapat dalam ekstrak kayu secang memiliki sejumlah kemampuan yaitu dapat meredam atau menghambat pembentukan radikal bebas hidroksil, anion superoksida, radikal peroksil, radikal alkoksil, singlet oksigen, hidrogen peroksida3. Berdasarkan hal tersebut, maka dalam penelitian ini dibuat produk teh Cang Salak untuk dikembangkan menjadi minuman berantioksidan yang bermanfaat bagi penyakit degeneratif. Sehingga dalam penelitian ini diuji kandungan fitokimia dan kadar antioksidan produk teh Cang Salak serta uji organoleptik untuk melihat kesukaan dari masyarakat dalam hal ini panelis. METODE Jenis penelitian yang dilakukan adalah bersifat deskriptif yaitu untuk mengetahui hasil uji fitokimia, kapasitas antioksidan, dan uji organoleptik dari variasi komposisi teh dari kayu secang dan kulit salak. Data primer berupa uji fitokimia dan uji kapasitas antioksidan pada sampel teh dilakukan dengan cara pengujian di laboratorium. Uji fitokimia alkaloid, flavonoid, terpenoid dan steroid, saponin, fenol, dan tanin dilakukan langsung di laboratorium Kimia Terapan Jurusan Analis Kesehatan, sedangkan kapasitas antioksidan dilakukan di Unit Layanan Laboratorium Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Udayana. Pada uji organoleptik diuji mengenai aroma, rasa I Wayan Karta, dkk., Teh Cang SalakTeh dari Limbah Kulit Salak dan Kayu Secang yang Berpotensi Untuk Pencegahan dan Pengobatan Penyakit Degeneratif Meditory ISSN Online 2549-1520, ISSN Cetak 2338 – 1159, Vol. 7, No. 1, Juni 2019 Hlm. 27 – 36, 30 dan warna pada kulit yang diberikan kepada 20 orang. Tahapan penelitian dilakukan dalam tiga tahapan yaitu tahap persiapan, tahap pelaksanaan, dan tahap analisis data. Formulasi teh dibuat dengan tiga jenis formulasi yaitu 1 Formulasi VR 1 dibuat dengan mencampurkan serbuk kayu secang sebanyak 1,5 gram dengan 0,5 gram serbuk kulit salak; 2 Formulasi VR2 dibuat dengan mencampurkan serbuk kayu secang sebanyak 1,0 gram dengan 1,0 gram serbuk kulit salak; dan 3 Formulasi VR3 dibuat dengan mencampurkan serbuk kayu secang sebanyak 0,5 gram dengan 1,0 gram serbuk kulit salak. Data yang telah diperoleh dari hasil pemeriksaan laboratorium dan organoleptik diolah secara manual dan dianalisa secara deskriptif dalam bentuk tabel dan narasi dengan kajian pustaka yang relevan. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Uji Fitokimia dan Kapasitas Antioksidan Uji fitokimia dilakukan secara kualitatif menggunakan reagen yang sesuai dan dihasilkan seperti pada Tabel 1. Tabel 1. Hasil Uji Fitokimia pada Variasi Formulasi “Teh Cang Salak” Uji kapasitas antioksidan dilakukan dengan metode DPPH menggunakan spektrofotometer, dan dihasilkan data seperti Tabel 2. Tabel 2. Analisa Kapasitas Antioksidan pada Variasi Formulasi“Teh Cang Salak” Kapasitas Antioksidan mg/L GAEAC I Wayan Karta, dkk., Teh Cang SalakTeh dari Limbah Kulit Salak dan Kayu Secang yang Berpotensi Untuk Pencegahan dan Pengobatan Penyakit Degeneratif Meditory ISSN Online 2549-1520, ISSN Cetak 2338 – 1159, Vol. 7, No. 1, Juni 2019 Hlm. 27 – 36, 31 Hasil Uji Organoleptik 1 Hasil Penilaian Warna Gambar 1. Hasil Uji Penilaian Warna Teh Cang Salak 2 Hasil Penilaian Rasa Gambar 2. Hasil Uji Penilaian Rasa Teh Cang Salak I Wayan Karta, dkk., Teh Cang SalakTeh dari Limbah Kulit Salak dan Kayu Secang yang Berpotensi Untuk Pencegahan dan Pengobatan Penyakit Degeneratif Meditory ISSN Online 2549-1520, ISSN Cetak 2338 – 1159, Vol. 7, No. 1, Juni 2019 Hlm. 27 – 36, 32 3 Hasil Penilaian Aroma Gambar 3. Hasil Uji Penilaian Aroma Teh Cang Salak Tabel 1 menunjukkan kandungan fitokimia yang terdapat pada masing-masing formula campuran. Ketiga formulasi menunjukkan adanya kandungan fitokimia yang sama. Hal in berarti kandungan aktif yang terdapat pada masing-masing sampel masih ada walaupun berbeda campuran. Masing-masing sampel mengandung adanya flavonoid, tannin, alkaloid, terpenoid dan persenyawaan fenol. Tabel 2 menunjukkan adanya perbedaan kadar antioksidan pada masing-masing formulasi sampel. Formulasi VR1 menunjukkan kadar antioksidan lebih tinggi, sedangkan VR3 memiliki kadar yang paling rendah. Hal ini terjadi karena kandungan antioksidan pada kayu secang lebih tinggi dibandingkan dengan kulit salak. Ekstrak kayu secang Caesalpinia sappan L. hasil penapisan mengandung lima senyawa aktif yang terkait dengan flavonoid baik sebagai antioksidan primer maupun antioksidan sekunder. Kulit salak lebih sedikit mengandung antioksidan tetapi memiliki metabolit sekunder lainnya yang berpotensi dalam pencegahan penyakit degeneratif. I Wayan Karta, dkk., Teh Cang SalakTeh dari Limbah Kulit Salak dan Kayu Secang yang Berpotensi Untuk Pencegahan dan Pengobatan Penyakit Degeneratif Meditory ISSN Online 2549-1520, ISSN Cetak 2338 – 1159, Vol. 7, No. 1, Juni 2019 Hlm. 27 – 36, 33 Ketiga formulasi memiliki kandungan flavonoid yang berpotensi dalam pencegahan penyakit degeneratif. Uji positif adanya flavonoid menunjukkan sampel memiliki aktivitas antioksidan. Antioksidan sangat bermanfaat untuk kesehatan. Antioksidan dapat menghentikan proses perusakan sel dengan cara memberikan elektron kepada radikal bebas. Antioksidan akan menetralisir radikal bebas sehingga tidak mempunyai kemampuan lagi mencuri elektron dari sel dan DNA. Mekanisme antioksidan dalam menghambat oksidasi atau menghentikan reaksi berantai pada radikal bebas dari lemak yang teroksidasi, dapat disebabkan oleh 4 empat macam mekanisme reaksi yaitu pelepasan hidrogen dari antioksidan, pelepasan elektron dari antioksidan, addisi asam lemak ke cincin aromatik pada antioksidan, serta pembentuk senyawa kompleks antara lemak dan cincin aromatik dari antioksidan4. Flavonoid dapat bekerja sebagai antioksidan untuk melindungi stres oksidatif sel. Mekanisme kerja flavonoid yang berhubungan pada efek penyakit yang dapat menimbulkan berbagai masalah kesehatan antara lain, 1 Efek antiaterosklerosis. Sifat antioksidan flavonoid berpengaruh pada sistem vaskular. Radikal oksigen dapat mengoksidasi LDL, yang menyebabkan kerusakan dinding sel endotel dan berubah menjadi aterosklerosis, 2 Antiinflamasi. Siklooksigenase dan lipoksigenase memegang peran penting dalam mediator inflamasi. Oksidasi asam arakidonat yang melepaskan kedua zat tersebut dimulainya respon inflamasi. lipoksigenase yang menghasilkan senyawa kemotaktik dari asam arakidonat untuk melepaskan sitokin. Adanya senyawa fenolat dapat menghambat kedua jalur siklooksigenase dan lipoksigenase. Kuersetin menghambat aktivitas kedua jalur tersebut dengan cara menurunkan pembentukan metabolit inflamasi, 3 Efek antitumor. Efek anatitumor dari flavonoid masih diteliti. Sistem antioksidan yang tidak adekuat jumlahnya akan menyebabkan kerusakan sel dari radikal bebas. Oksigen reaktif dapat merusak DNA dan divisi sel dengan mengubah pasangan basa yang disebut dengan mutasi. Jika perubahan ini ditemukan dalam gen kritis seperti onkogen pada gen supresor tumor akan membentuk I Wayan Karta, dkk., Teh Cang SalakTeh dari Limbah Kulit Salak dan Kayu Secang yang Berpotensi Untuk Pencegahan dan Pengobatan Penyakit Degeneratif Meditory ISSN Online 2549-1520, ISSN Cetak 2338 – 1159, Vol. 7, No. 1, Juni 2019 Hlm. 27 – 36, 34 inisiasi atau progresif. Spesies oksigen reaktif ROS dapat bereaksi langsung pada gen sinyal dan pertumbuhan. Kerusakan sel akibat radikal bebas oksigen dapat menurunkan mitosis, menambah kerusakan DNA bentuk mutasi dan menambah paparan terhadap DNA ke mutagen. Flavonoid dapat menghambat karsinogenesis. Beberapa flavonoid seperti fisetin, apigenin dan luteolin adalah inhibitor poten dalam proliferasi sel, 4 Efek antitrombogenik. Flavonol adalah partikel antitrombogenik, karena partikel tersebut dapat langsung membersihkan radikal, dengan mempertahankan konsentrasi prostasiklin endotel dan nitrik oksida. Penelitian in vitro dan in vivo menunjukkan bahwa flavonoid merupakan bahan yang kuat untuk menghambat aktivitas jalur siklooksigenase dan lipoksigenase, 5 Efek Antivirus, dan 6 Efek antiosteoporosis5. Adanya tannin, polifenol, alkaloid, dan terpenoid mendukung pemanfaatan produk Teh Cang Salak untuk antidiebetes. Mekanisme kerja berbagai tanaman yang mempunyai efek antidiabetes di antaranya adalah mempunyai kemampuan sebagai astringen yang dapat mempresipitasikan protein selaput lendir usus dan membentuk suatu lapisan yang melindungi usus, sehingga menghambat asupan glukosa dan laju peningkatan glukosa darah tidak terlalu tinggi, misalnya tannin. Kemudian mempercepat keluarnya glukosa dari sirkulasi, dengan cara mempercepat peredaran darah yang erat kaitannya dengan kerja jantung dan dengan cara mempercepat filtrasi dan ekskresi ginjal sehingga produksi urin meningkat, laju ekskresi glukosa melalui ginjal meningkat sehingga kadar glukosa dalam darah menurun dan mekanisme mempercepat keluarnya glukosa melalui peningkatan metabolisme atau memasukan ke dalam deposit lemak. Proses ini melibatkan pankreas untuk memproduksi insulin6. Selain beberapa mekanisme tersebut, terdapat mekanisme lain dalam hal mendukung penghambatan komplikasi pada penderita diabetes mellitus yaitu adanya antioksidan dan komponen senyawa polifenol yang menunjukkan dapat menangkap radikal bebas, mengurangi stres oksidatif, menurunkan ekspresi TNF-α. Senyawa fitokimia ternyata mampu memanipulasi dengan berbagai mekanisme sehingga dapat mengurangi I Wayan Karta, dkk., Teh Cang SalakTeh dari Limbah Kulit Salak dan Kayu Secang yang Berpotensi Untuk Pencegahan dan Pengobatan Penyakit Degeneratif Meditory ISSN Online 2549-1520, ISSN Cetak 2338 – 1159, Vol. 7, No. 1, Juni 2019 Hlm. 27 – 36, 35 komplikasi diabetes melalui pengurangan stres oksidatif, ROS dan TNF-α7. Metabolit sekunder dari kulit buah salak yang memungkinkan berpengaruh pada penurunan glukosa darah yaitu adanya tanin dan flavonoid. Dimana tannin bekerja sebagai astringen yang mempresipitasi protein pori-pori disaluran cerna dan mengurangi absorpsi glukosa serta kerja dari flavonoid yang bersifat antioksidan untuk mencegah stres oksidatif penyebab dari komplikasi penderita diabetes mellitus serta dapat pula membantu mensekresi insulin dari sel β-pankreas8. Alkaloid terbukti mempunyai kemampuan regenerasi sel β-pankreas yang rusak. Alkaloid juga mampu memberi rangsangan pada saraf simpatik yang berefek pada peningkatan sekresi insulin. Kerja alkaloid dalam menurunkan gula darah dalam mekanisme ekstrak pankreatik yaitu dengan cara meningkatkan transportasi glukosa di dalam darah, menghambat absorpsi glukosa di usus, merangsang sintesis glikogen dan menghambat sintesis glukosa. Berdasarkan hal tersebut, teh Cang Salak memiliki potensi untuk pencegahan dan penatalaksanaan penyakit degeneratif akibat adanya radikal bebas, seperti diabetes mellitus. Berdasarkan pada uji organoleptik menunjukkan diterimanya produk oleh para panelis Gambar 1, Gambar 2, dan Gambar 3. Secara umum menyatakan akan kesukaan akan produk ketiga varian tersebut. Dari ketiganya, VR1 lebih disukai dari segi warnanya, sedangkan aromanya lebih banyak pada VR3, dan rasanya pada VR2. Warna yang menarik ditimbulkan oleh adanya kayu secang lebih banyak pada VR1 yang banyak mengandung senyawa brazilin. Kemudian aroma lebih muncul dengan adanya penambahan kulit salak. Untuk ke depannya perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai kekuatan antioksidan dan pengujian lebih lanjut tentang sejauh mana teh Cang Salak bisa digunakan antioksidan. SIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan dalam penelitian sebagai berikut 1 Teh Cang Salak memiliki kandungan aktif fitokimia flavonoid, tannin, alkaloid, terpenoid, dan fenol pada ketiga variasi. 2 Kapasitas antioksidan tertinggi ditemukan pada VR1 yaitu 343,88 mg/L GAEAC. Perbedaan kandungan tersebut diakibatkan oleh adanya antioksidan I Wayan Karta, dkk., Teh Cang SalakTeh dari Limbah Kulit Salak dan Kayu Secang yang Berpotensi Untuk Pencegahan dan Pengobatan Penyakit Degeneratif Meditory ISSN Online 2549-1520, ISSN Cetak 2338 – 1159, Vol. 7, No. 1, Juni 2019 Hlm. 27 – 36, 36 pada kayu secang lebih tinggi dibandingkan dengan kulit salak. 3 Uji organoleptik menunjukkan produk teh Cang Salak yang paling disukai adalah pada VR1, aromanya pada VR3, dan rasanya pada VR2. Daftar Pustaka 1. Azzamy. 2015. 4 Jenis Teh Terpopuler dan Manfaatnya. Diakses pada diakses tanggal 7 September 2018 2. Fitrianingsih F. Lestari, S. Aminah. 2014. Uji Efek Antioksidan Ekstrak Etanol Kulit Buah Salak [Salacca Zalacca Gaertner Voss] Dengan Metode Peredaman DPPH. Prosiding SNaPP2014 Sains, Teknologi, dan Kesehatan ISSN 2089-3582 3. 2008 Caesalpinia sappan. Direktorat Obat Asli Indonesia. 4. Sayuti, K., R. Yenrina. 2015. Antioksidan, Alami dan Sintetik. Padang Andalas University Press 5. Prasain, Wyss. 2010. Flavonoids and Age Related Disease Risk, benefits and critical. Maturitas. 2010 June ; 662 163–171. doi 6. Widowati, W., 2008, Potensi Antioksidan sebagai Antidiabetes, JKM, 72, 1-11. 7. Tiwari, A. K. and J. M. Rao, 2002, Diabetes mellitus and multiple therapeutic approaches of phytochemicals Present status and future prospect, Current Science, vol 83, 1 30-38. 8. Suarsana, I. I., 2009, Aktivitas Hipoglikemik dan Anti Oksidatif Ekstrak metanol Tempe pada Tikus Diabetes, Institut Pertanian Bogor, Bogor. ... Saat ini inovasi bahan dasar dari minuman teh mulai berkembang, seperti teh dari kelopak bunga, buah-buahan, rempah-rempah, bahkan teh yang berasal dari daun-daunan juga sudah mulai banyak dikembangkan. Penyajian minuman teh pada umumnya dalam bentuk potongan daun kering tubruk, serbuk, dan kantong celup [3]. Bahan dasar lain yang dapat dijadikan inovasi baru dalam pembuatan teh adalah kulit buah salak. ...Reynanda Bagus Widyo AstomoMochamad Angga SyahputraAida MahmudahSnakefruit rind which has been treated as waste has not been optimally processed, in fact it is only used as waste by the community, even though snakefruit peel can be reprocessed into herbal tea for snakefruit peel. Snakefruit skin has a high content of antioxidants and polyphenols. This service activity aims to introduce new innovative products from processed zalacca peels, namely herbal teas at Micro, Small and Medium Enterprises in Wonosalam Village, Jombang Regency. The main process for making tea from bark is drying at a temperature of 60 0C and drying time for 7 hours. This service activity was carried out in August 2022 at the Wonosalam Village community activity workshop and the introduction process was carried out at Micro, Small and Medium Enterprises for soft drink products in Sumber Hamlet, Wonosalam Village. The parameter used to differentiate the quality of herbal teas is the respondent's satisfaction index on the color, taste and aroma of herbal tea. Where the highest satisfaction is in bark tea with Screwpine aroma, which is as much as 75% of the total respondents.... Teh ini memiliki kandungan antioksidan yang berpotensi untuk pencegahan dan penatalaksanaan penyakit degeneratif. Uji organoleptik menunjukkan produk teh Cang Salak yang paling disukai adalah pada VR1, aromanya pada VR3, dan rasanya pada VR2 Karta et al., 2019. Selain produk teh, nantinya dalam program pengembangan kewirausaan ini adalah kopi biji salak, cuka salak, dan kurma salak. ... I Wayan Waya KartaBurhannuddinI Putu SuiraokaMahasiswa perlu memiliki bekal kewirausahaan, sehingga selain memiliki kemampuan dalam bidang ilmu juga memiliki kemampuan daya saing dalam wirausaha. Selama ini produk olahan salak di Agro Abian Salak terdapat permasalahan mengenai pemasaran produk. Dalam upaya meningkatkan jiwa wirausaha dan pendapatan alumni dan mahasiswa Poltekkes Kemenkes Denpasar, maka permasalahan diberikan solusinya adalah pengembangan produk, produksi produk, dan pemasaran produk salak Sibetan. Mahasiswa dibentuk kelompok dan dilatihkan dari proses produksi hingga pemasaran. Metode dalam kegiatan ini menggunakan Metode pendekatan Participatory Action Learning System PALS. Pada proses kegiatan dilakukan dengan cara daring dan luring. Khalayak sasaran dalam program ini adalah melibatkan 20 calon wirausaha. Berdasarkan hasil program ini tenants telah memiliki pengetahuan dan motivasi dalam kegiatan kewirausahaan ditunjukkan dengan komitmen melakukan usaha, labeling, promosi, dan penjualan. Program ini telah memberikan modal awal untuk berwirausaha kepada tenant, sehingga selanjutnya bisa menjadi wirausaha muda. Peserta telah mampu membuat produk kemasan dan labeling produk, serta memasarkannya di media sosial, warung, dan toko online. Peserta telah melalui proses pembinaan meliputi 3 fase yaitu fase penyadaran kewirausahaan, fase pengkapasitasan dan pendampingan, serta fase pelembagaan dan kerjasama. Agro Abian Salak telah dibantu proses pemasaran dan penjualan produknya sehingga mendorong pengembangan dan peningkatan usaha bagi pelaku Sholihah Fadhil Muhammad TarmidziSalak is only used for the flesh of the fruit, for the peel and seeds of salak, it has not been widely developed into a product and only becomes waste. Consumption of peel is generally made in the form of extracts such as tea, where the peel is dried and then after drying it is mashed into powder and brewed using hot water. The use of hot water needs to attention to the temperature and brewing time because it can affect the amount of nutrient content in the peel tea. The temperature and brewing time affect the direct contact between water and the peel extract powder. The temperature used is 80,90,100 oC with a time of 5,7,10 minutes. The analyzes carried out were analysis of raw material moisture content, analysis of brewing quality, and chemical analysis antioxidants, caffeine, tannins, and total sugar. The results showed that the best results were at 80oC for 10 minutes, the antioxidant content was mg/ml, caffeine mg/ml, tannins mg/ml. The 80oC temperature treatment with a time of minutes resulted in the highest total sugar content of Ashok TiwariJ. Madhusudana RaoAccording to recent estimates, the human population worldwide appears to be in the midst of an epidemic of diabetes. Despite the great strides that have been made in the understanding and management of diabetes, the disease and disease-related complications are increasing unabated. Parallel to this, recent developments in understanding the pathophysiology of the disease process have opened up several new avenues to identify and develop novel therapies to combat the diabetic plague. Concurrently, phytochemicals identified from traditional medicinal plants are presenting an exciting opportunity for the development of new types of therapeutics. This has accelerated the global effort to harness and harvest those medicinal plants that bear substantial amount of potential phytochemicals showing multiple beneficial effects in combating diabetes and diabetes-related complications. Therefore, as the disease is progressing unabated, there is an urgent need of identifying indigenous natural resources in order to procure them, and study in detail, their potential on different newly identified targets in order to develop them as new therapeutics. This article presents an overview of multiple aspects of the pathobiology of diabetes mellitus and multi-modal therapeutic effect of medicinal plants/phytochemicals and discusses the present status and future prospects of these derived products are consumed by a large percentage of the population to prevent, delay and ameliorate disease burden; however, relatively little is known about the efficacy, safety and underlying mechanisms of these traditional health products, especially when taken in concert with pharmaceutical agents. The flavonoids are a group of plant metabolites that are common in the diet and appear to provide some health benefits. While flavonoids are primarily derived from soy, many are found in fruits, nuts and more exotic sources, kudzu. Perhaps the strongest evidence for the benefits of flavonoids in diseases of aging relates to their effect on components of the metabolic syndrome. Flavonoids from soy, grape seed, kudzu and other sources all lower arterial pressure in hypertensive animal models and in a limited number of tests in humans. They also decrease the plasma concentration of lipids and buffer plasma glucose. The underlying mechanisms appear to include antioxidant actions, central nervous system effects, gut transport alterations, fatty acid sequestration and processing, PPAR activation and increases in insulin sensitivity. In animal models of disease, dietary flavonoids also demonstrate a protective effect against cognitive decline, cancer and metabolic disease. However, research also indicates that the flavonoids can be detrimental in some settings and, therefore, are not universally safe. Thus, as the population ages, it is important to determine the impact of these agents on prevention/attenuation of disease, including optimal exposure intake, timing/duration and potential Efek Antioksidan Ekstrak Etanol Kulit Buah SalakS P FitrianingsihF LestariS AminahFitrianingsih F. Lestari, S. Aminah. 2014. Uji Efek Antioksidan Ekstrak Etanol Kulit Buah Salak [Salacca Zalacca Gaertner Voss]Antioksidan, Alami dan SintetikK SayutiR YenrinaSayuti, K., R. Yenrina. 2015. Antioksidan, Alami dan Sintetik. Padang Andalas University PressPotensi Antioksidan sebagai AntidiabetesW WidowatiWidowati, W., 2008, Potensi Antioksidan sebagai Antidiabetes, JKM, 72, Hipoglikemik dan Anti Oksidatif Ekstrak metanol Tempe pada Tikus DiabetesI I SuarsanaSuarsana, I. I., 2009, Aktivitas Hipoglikemik dan Anti Oksidatif Ekstrak metanol Tempe pada Tikus Diabetes, Institut Pertanian Bogor, Bogor. PembuatanEkstrak Pertama pengumpulan kulit salak dari 20 kg buah salak yang sudah dikupas terlebih dahulu. Membuat ekstrak kulit salak mengunakan teknik maserasi ulang, dimana kulit salak yang sudah diblender, ditimbang dulu sekitar 150 g lalu diekstraksikan dengan 900 ml larutan etanol 70% menggunakan

Sepertinya Anda menggunakan alat otomatisasi untuk menelusuri situs web kami. Mohon verifikasi bahwa Anda bukan robot Referensi ID 7744ac13-0b56-11ee-bfc4-54565876576d Ini mungkin terjadi karena hal berikut Javascript dinonaktifkan atau diblokir oleh ekstensi misalnya pemblokir iklan Browser Anda tidak mendukung cookie Pastikan Javascript dan cookie diaktifkan di browser Anda dan Anda tidak memblokirnya.

Ide dasar pembuatan teh dari kulit salak ini bermula dari keinginan kami untuk memanfaatkan limbah kulit salak karena mengandung unsur aktif 'Cinamic acid derivative'," kata salah seorang mahasiswa yang tergabung dalam penelitian teh kulit salak tersebut Mhas Agoes Triambada di Malang, Rabu (8/5).
Biji salak yang tidak dikonsumsi secara langsung sebagai pangan ternyata memiliki potensi nilai tambah produk. Kopi biji salak terbukti memiliki kandungan kafein yang rendah, senyawa antioksidan, dan memiliki potensi ekonomi yang tinggi. Minuman boba adalah komoditas minuman dengan penjualan yang tinggi. Penelitian ini dilakukan untuk mengkaji proses pembuatan boba kopi biji salak, dan mengetahui pengaruh penambahan ekstrak kopi biji salak terhadap sifat sensori, dan aktivitas antioksidan boba. Studi eksperimental menggunakan desain rancangan acak lengkap, dengan perlakuan penambahan ekstrak kopi biji salak sebesar 20% X1, 40% X2, 60% X3, 80% X4, dan 100% X5. Daya terima panelis terhadap produk boba dianalisis dengan uji hedonik. Aktivitas antioksidan dianalisis dengan metode penangkapan radikal DPPH, dan antioksidan asam askorbat digunakan sebagai kontrol pembanding. Hasil uji hedonik menunjukkan bahwa penambahan ekstrak kopi biji salak berpengaruh nyata terhadap parameter warna, aroma, rasa, dan keseluruhan, namun tidak berpengaruh pada tekstur. Pada uji DPPH, penambahan ekstrak kopi biji salak berpengaruh nyata terhadap aktivitas antioksidan boba. Produk terbaik berdasarkan uji hedonik untuk keseluruhan atribut sensori adalah produk boba dengan penambahan ekstrak kopi biji salak 100% X5, dengan skor 4,13 skala penerimaan suka - sangat suka. Produk X5 memiliki aktivitas antioksidan dengan kategori rendah dengan Nilai IC50 391,0 μg/mL. Discover the world's research25+ million members160+ million publication billion citationsJoin for free JTech 91, 7 - 13 Raharja Chabibah Sudarmayasa Romadhoni doi p-issn/e-issn2252-4002/2546-558X PEMBUATAN BOBA KOPI BIJI SALAK SEBAGAI PANGAN FUNGSIONAL SUMBER ANTIOKSIDAN 7 PEMBUATAN BOBA KOPI BIJI SALAK SEBAGAI PANGAN FUNGSIONAL SUMBER ANTIOKSIDAN Kristian Triatmaja Raharja 1, Anis Nur Chabibah 2, I Wayan Sudarmayasa 3 Ita Fatkhur Romadhoni 4 1,2 Program Studi Perhotelan, Politeknik NSC Surabaya 3 Program Studi Pariwisata, Politeknik Negeri Samarinda 4 Program Studi Pendidikan Tata Boga, Universitas Negeri Surabaya Email kristiantraharja 1 Asal Negara Indonesi ABSTRAK Biji salak yang tidak dikonsumsi secara langsung sebagai pangan ternyata memiliki potensi nilai tambah produk. Kopi biji salak terbukti memiliki kandungan kafein yang rendah, senyawa antioksidan, dan memiliki potensi ekonomi yang tinggi. Minuman boba adalah komoditas minuman dengan penjualan yang tinggi. Penelitian ini dilakukan untuk mengkaji proses pembuatan boba kopi biji salak, dan mengetahui pengaruh penambahan ekstrak kopi biji salak terhadap sifat sensori, dan aktivitas antioksidan boba. Studi eksperimental menggunakan desain rancangan acak lengkap, dengan perlakuan penambahan ekstrak kopi biji salak sebesar 20% X1, 40% X2, 60% X3, 80% X4, dan 100% X5. Daya terima responden terhadap produk boba dianalisis dengan uji hedonik. Aktivitas antioksidan dianalisis dengan metode penangkapan radikal DPPH, dan antioksidan asam askorbat digunakan sebagai kontrol pembanding. Hasil uji hedonik menunjukkan bahwa penambahan ekstrak kopi biji salak berpengaruh nyata terhadap parameter warna, aroma, rasa, dan keseluruhan, namun tidak berpengaruh pada tekstur. Pada uji DPPH, penambahan ekstrak kopi biji salak berpengaruh nyata terhadap aktivitas antioksidan boba. Produk terbaik berdasarkan uji hedonik untuk keseluruhan atribut sensori adalah produk boba dengan penambahan ekstrak kopi biji salak 100% X5, dengan skor 4,13 skala penerimaan suka - sangat suka. Produk X5 memiliki aktivitas antioksidan dengan Nilai IC50 391,0 μg/mL. Kata kunci antioksidan, boba, biji, kopi, salak ABSTRACT Snake fruit seeds that are not consumed directly as food have the potential to add value product. Snake fruit seed coffee is proven to have low caffeine content, antioxidant compounds, and high economic potential. Boba drink is a beverage commodity with increased sales. This research was conduct to study the process of making snake fruit seed coffee boba and determine the effect of snake fruit seed coffee extract on sensory properties and antioxidant activity of boba. The experimental study used a completely randomized design, with the addition of 20% X1, 40% X2, 60% X3, 80% X4, and 100% X5 coffee extracts. The panelist's acceptance of the boba was analyzed using the hedonic test. The antioxidant activity was examined by the DPPH radical scavenging method, and the antioxidant ascorbic acid was used as a control. The hedonic test results showed that the addition of snake fruit seed coffee extract significantly affected the parameters of color, aroma, taste, and overall, but had no effect on texture. In the DPPH test, the addition of snake fruit seed coffee extract significantly impacted boba's antioxidant activity. The best product based on the hedonic test for all sensory attributes is the boba with 100% snake fruit seed coffee extract X5, with a score of like - very like acceptance scale. Product X5 has a low category of antioxidant activity with an IC50 value of μg / mL. Keywords antioxidant, boba, coffee, seed, snake fruit 1. PENDAHULUAN Pengelolaan limbah yang tepat dapat membawa keuntungan secara ekonomi. Biji salak merupakan limbah dalam produksi makanan olahan buah salak. Teknologi yang telah berkembang, ditemukan bahwa kopi dapat diolah dari penyangraian biji salak Lokaria & Susanti, 2018. Menurut penelitian yang telah dilakukan pada kelompok usaha di Kabupaten Tapanuli didapatkan hasil nilai tambah dari produksi kopi biji salak sebesar Rp. Produksi biji salak menjadi kopi memberi keuntungan 35,99%/kg, perolehan margin Rp. dengan rasio nilai tambah sebesar 42,80 Amanda & Baroroh, 2017. Kopi biji salak memiliki beberapa keunggulan antara lain adalah memiliki senyawa antioksidan dan rendah kafein. Senyawa antioksidan dalam bentuk fenol, flavonoid, dan tannin mengurangi dampak buruk radikal bebas Werdyani et al., 2017. Kandungan kafein kopi biji salak 10,9 kali lebih rendah jika dibandingkan dengan kopi liberika, 7,4 kali dengan robusta, 5,8 kali dengan arabika, 23 kali dengan kopi luwak robusta dan 25 kali lebih rendah jika dibandingkan dengan kopi instan Chan & JTech 91, 7 - 13 Raharja Chabibah Sudarmayasa Romadhoni doi p-issn/e-issn2252-4002/2546-558X PEMBUATAN BOBA KOPI BIJI SALAK SEBAGAI PANGAN FUNGSIONAL SUMBER ANTIOKSIDAN 8 Garcia, 2011; Karta et al., 2015; Werdyani et al., 2017. Kandungan kafein yang lebih rendah pada kopi biji salak diduga memberi manfaat kesehatan yang lebih baik, namun tetap dapat menikmati sensasi layaknya meminum kopi Lokaria & Susanti, 2018; Ompi et al., 2012. Bagian buah salak terdiri dari daging buah, kulit buah dan biji Mazumdar et al., 2019. Daging buah salak sebagian besar dikonsumsi segar, selebihnya diolah menjadi makanan olahan. Pada industri yang mengolah daging buah salak akan menghasilkan limbah, yaitu biji dan kulit. Limbah biji salak yang dihasilkan cukup besar karena biji merupakan 30% bagian secara keseluruhan dari buah salak. Melihat potensinya yang besar, sangat disayangkan bila biji salak tidak diolah secara optimal. Hal tersebut terlihat dari observasi di lapangan bahwa biji salak dengan kualifikasi tertentu dimanfaatkan sebagai benih oleh petani, selebihnya biji hanya dibuang begitu saja. Boba atau bubble pearl adalah salah satu bahan dalam pembuatan produk minuman bubble milk tea. Boba pertama kali dikenal dan populer di Asia pada tahun 1990an, kemudian semakin populer di Eropa, serta Amerika Serikat pada awal tahun 2000. Boba terbuat dari tapioka yang dibentuk bulat dan direbus menghasilkan bulatan kenyal yang ditambahkan pada minuman panas atau dingin seperti teh, kopi, smoothie, slushie, atau minuman campuran lainnya Chang, 2012. Minuman boba sangat populer di kota-kota besar seperti Los Angeles, London, di Indonesia seperti Jakarta dan Surabaya. Bukti kepopuleran minuman ini di Amerika Serikat adalah pada kolom pencarian Yelp menggunakan kata kunci “boba milk tea” menghasilkan lebih dari 500 daftar penjual boba milk tea, ini hanya di kota Los Angeles Yelp, 2019. Minuman boba adalah komoditas minuman dengan penjualan yang tinggi. Biji salak yang merupakan limbah dengan jumlah yang relatif banyak dan dapat diolah menjadi kopi. Kopi biji salak mempunyai beberapa keunggulan, yaitu antara lain adalah memiliki nilai ekonomi yang tinggi, bahan antioksidan, dan rendah kafein. Boba merupakan bahan tambahan bubble milk tea yang merupakan produk minuman dengan tingkat penjualan yang tinggi. Penelitian ini dilakukan untuk mengkaji proses pembuatan boba kopi biji salak, dan mengetahui pengaruh penambahan ekstrak kopi biji salak terhadap sifat sensori, dan aktivitas antioksidan boba kopi biji salak. 2. METODE PENELITIAN Bahan Sampel buah salak dengan usia tanam 4-5 bulan diambil dari Petani Salak di Desa Jatirejo, Kecamatan Diwek, Jombang. Buah salak yang dipilih adalah yang matang di pohon. Pemilihan salak matang dengan melihat ciri-ciri fisik, yaitu warna kulit buah merah kehitaman dan mengkilat, bulu-bulu kulit telah hilang, kulit sisik jarang, ujung bagian buah meruncing dan terasa lunak bila ditekan. Pembuatan Kopi Biji Salak Prosedur pembuatan kopi biji salak mengacu pada modifikasi metode yang dikemukakan oleh Lokaria dan Susanti 2018. Buah salak matang dikupas dan diambil biji buahnya. Biji salak dicuci hingga bersih, kemudian dipotong. Biji kemudian dikeringkan dengan dioven selama 7 jam, dengan suhu 50oC. Biji salak kering disangrai dengan api sedang selama 60 menit, hingga berwarna gelap gambar 1. Biji salak digiling dengan dengan grind size fine 200-400 µm. Gambar 1. Hasil kopi biji salak Pembuatan Ekstrak Kopi Biji Salak Prosedur pembuatan ekstrak kopi biji salak mengacu pada modifikasi metode yang dikemukakan oleh Asiah et al. 2017. Sebanyak 100 g bubuk kopi biji salak dilarutkan dalam 500 mL air panas dengan suhu 100oC. Ekstrak dituang dan dibiarkan selama 24 jam. Selanjutnya ekstrak disaring menggunakan kain kasa atau kertas saring. Pembuatan Boba Kopi Biji Salak Prosedur pembuatan boba kopi biji salak didasarkan pada modifikasi penelitian sebelumnya, yang dilakukan Syaeftiana 2017. Bahan kering dicampur hingga rata, ditambahkan dengan ekstrak kopi biji salak dengan suhu 100oC, diaduk hingga kalis. Adonan dibentuk bulat-bulat kecil, direbus dengan suhu 100oC selama 23 menit, boba yang telah matang ditandai dengan terbentuknya lapisan bening pada permukaan boba. Setelah matang boba ditiriskan dan didinginkan. Gambar 2 adalah penampilan boba yang telah matang. Studi eksperimental dengan desain rancangan acak lengkap, perlakuan yang diberikan adalah penambahan ekstrak kopi biji salak sebesar 20, 40, 60, 80, dan 100% dari total jumlah cairan Tabel 1. Tabel 1 Formulasi boba kopi biji salak JTech 91, 7 - 13 Raharja Chabibah Sudarmayasa Romadhoni doi p-issn/e-issn2252-4002/2546-558X PEMBUATAN BOBA KOPI BIJI SALAK SEBAGAI PANGAN FUNGSIONAL SUMBER ANTIOKSIDAN 9 Ekstrak kopi biji salak mL Gambar 2. Hasil boba dengan penambahan ekstrak kopi biji salak Uji Organoleptik Uji organoleptik didasarkan pada metode uji penerimaan berupa uji hedonik dengan parameter warna, aroma, rasa, tekstur/kekenyalan, dan keseluruhan. Skala uji hedonik 1-5 dengan kriteria skor adalah sangat suka 5, suka 4, cukup suka 3, tidak suka 2, sangat tidak suka 1. Uji Hedonik dengan menggunakan panelis semi terlatih sebanyak 30 orang. Terhadap sifat bahan yang diuji, panelis bertindak sebagai instrumen analisis sensori yang mengemukakan responnya. Uji Aktivitas Antioksidan Uji aktivitas antioksidan dilakukan dengan metode Andrianto et al. 2015 dengan beberapa modifikasi untuk penyesuaian sampel. Larutan DPPH dibuat dengan 1,6 mg DPPH dilarutkan ke dalam 10 mL methanol, distirer selama 30 menit. Larutan kemudian ditambah dengan 10 mL, 0,1 M bufer tris HCl dengan pH 7,4, dan 10 mL metanol 20%. Selanjutnya didalam tabung dimasukkan masing-masing 300, 270, 240, 210, 180, dan 150 μl metanol 80%, dan campuran DPPH sebanyak 0,9 mL ditambahkan pada setiap tabung. Masing-masing tabung dimasukkan 0, 30, 60, 90, 120, dan 150 μl larutan sampel 100 ppm. Konsentrasi akhir pada setiap tabung adalah 0, 2,5, 5, 7,5, 10, dan 12,5 ppm. Setiap tabung diinkubasi 30 menit, lalu absorbansi diukur dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 520 nm. Antioksidan asam askorbat digunakan sebagai kontrol pembanding. Analisa Data Menggunakan SPSS versi 22, normalitas data dilakukan dengan uji shapiro wilk, homogenitas data dianalisis dengan uji levene. Untuk menganalisa perbedaan antar kelompok perlakuan, dilakukan uji ANOVA one way dan uji LSD. Taraf kepercayaan 95% dalam pengujian statistik. 3. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Organoleptik Uji Hedonik Boba Kopi Biji Salak Hasil analisa statistik menunjukkan data berdistribusi normal pada semua perlakuan p>0,05 dan varian data homogen. Uji ANOVA one way menunjukkan adanya perbedaan tingkat penerimaan responden yang bermakna p0,05. Analisis rerata tingkat penerimaan responden terhadap sampel boba kopi biji salak disajikan dalam Tabel Tabel 2 Distribusi tingkat kesukaan boba kopi biji salak Rerata skor daya terima formula Keterangan Menunjukkan perbedaan yang signifikan jika huruf di atas angka berbeda, pada baris yang sama. Berdasar uji LSD pada taraf kepercayaan 95% X1 = penambahan ekstrak kopi biji salak sebesar 20% X2 = penambahan ekstrak kopi biji salak sebesar 40% X3 = penambahan ekstrak kopi biji salak sebesar 60% X4 = penambahan ekstrak kopi biji salak sebesar 80% X5 = penambahan ekstrak kopi biji salak sebesar 100% JTech 91, 7 - 13 Raharja Chabibah Sudarmayasa Romadhoni doi p-issn/e-issn2252-4002/2546-558X PEMBUATAN BOBA KOPI BIJI SALAK SEBAGAI PANGAN FUNGSIONAL SUMBER ANTIOKSIDAN 10 Gambar 3. Spider web diagram hasil uji hedonik boba kopi biji salak Warna Gambar 3 menunjukkan semakin banyak persentase ekstrak kopi biji salak semakin tinggi tingkat kesukaan produk pada atribut warna. Rerata daya terima terhadap warna boba kopi biji salak berkisar antara 2,66 X1 sampai 3,60 X4. Skor tertinggi pada boba dengan penambahan ekstrak kopi biji salak 80% X4, yang berada pada skala penerimaan cukup suka sampai suka. Pada tabel 2 hasil uji LSD penerimaan atribut warna, menunjukkan tidak adanya adanya perbedaan yang bermakna antara formula X4 dengan formula X2, X3, dan X5 p>0,05, namun menunjukkan adanya perbedaan yang bermakna dengan formula X1 p0,05, namun menunjukkan adanya perbedaan yang bermakna dengan formula X1 dan X2 p0,05, namun menunjukkan adanya perbedaan yang bermakna dengan formula X1 dan X2 p0,05, namun menunjukkan adanya perbedaan yang bermakna dengan formula X1, X2, dan X3 p<0,05. Mutu sensori secara keseluruhan merupakan penilaian responden terhadap produk yang bertujuan untuk mengetahui tingkat kesukaan responden pada keseluruhan atribut yang ada pada produk. Berdasarkan penilaian pada atribut keseluruhan, boba dengan penambahan ekstrak kopi biji salak 100% X5 merupakan formula yang memiliki skor kesukaan tertinggi. Penerimaan kesukaan produk X5 berada pada skala penerimaan suka sampai sangat suka. Hasil Uji Aktivitas Antioksidan Boba Kopi Biji Salak Tabel 3 Pengujian aktivitas antioksidan boba kopi biji salak Rerata nilai IC50 μg/mL Keterangan Menunjukkan perbedaan yang signifikan jika huruf diatas angka berbeda. Berdasar uji LSD pada taraf kepercayaan 95% Aktivitas antioksidan boba kopi biji salak ditentukan menggunakan metode DPPH dengan antioksidan pembandingnya adalah asam askorbat. Pada metode ini digunakan parameter nilai IC50 yang menunjukkan konsentrasi antioksidan yang mampu meredam oksidasi radikal bebas sebesar 50%. Semakin besar nilai IC50, maka semakin rendah aktivitas antioksidan untuk meredam oksidasi radikal bebas. Hasil uji pada Tabel 3 menunjukkan bahwa asam askorbat memiliki aktivitas tertinggi dengan nilai IC50 sebesar 14,7 μg/mL dan terdapat perbedaan nyata dengan nilai IC50 kelima formula boba kopi biji salak. Formula X5 dengan penambahan ekstrak kopi biji salak 100%, memiliki aktivitas tertinggi dengan nilai IC50 sebesar 391,0 μg/mL. Penambahan persentase ekstrak kopi biji salak, berbanding lurus dengan bertambahnya aktivitas antioksidan pada boba. Sejalan dengan hasil penelitian ini, penelitian yang dilakukan Karta et al. 2015 kopi biji salak produksi kelompok tani Desa Sibetan, Bali memiliki aktivitas antioksidan yang diukur menggunakan metode DPPH memiliki nilai IC50 sebesar 9,37 mg/mL. Aktivitas antioksidan pada kopi biji salak diduga berasal dari kandungan senyawa fenolik; flavonoid, dan tannin Ariviani et al., 2013; Susila, 2016. Senyawa fenolik memiliki bioktivitas sebagai antioksidan, karena adanya gugus hidroksil pada cincin aromatik mempengaruhi kestabilan ikatan atom oksigen dan atom hidrogen. Ketidakstabilan ikatan tersebut membuat senyawa JTech 91, 7 - 13 Raharja Chabibah Sudarmayasa Romadhoni doi p-issn/e-issn2252-4002/2546-558X PEMBUATAN BOBA KOPI BIJI SALAK SEBAGAI PANGAN FUNGSIONAL SUMBER ANTIOKSIDAN 12 fenolik bertindak sebagai donor atom hidrogen kepada radikal bebas Raharja et al., 2017. 4. KESIMPULAN DAN SARAN Hasil penelitian menunjukkan bahwa penambahan ekstrak kopi biji salak berpengaruh nyata terhadap parameter warna, aroma, rasa, dan keseluruhan, namun tidak berpengaruh pada tekstur. Penambahan ekstrak kopi biji salak juga berpengaruh nyata terhadap aktivitas antioksidan boba kopi biji salak. Formula X5 dengan penambahan ekstrak kopi biji salak 100%, memiliki aktivitas tertinggi dengan nilai IC50 sebesar 391,0 μg/mL. Produk terbaik berdasarkan uji hedonik untuk keseluruhan atribut sensori adalah produk boba dengan penambahan ekstrak kopi biji salak 100% X5, dengan skor 4,13 skala penerimaan suka - sangat suka. Produk X5 memiliki aktivitas antioksidan dengan Nilai IC50 391,0 μg/mL. DAFTAR PUSTAKA Amanda, R., & Baroroh, L. 2017. The Study Of The Utilization Of Limbah Salak Based On The Analysis Of Added Value And Feasibility Of Agribusiness. Agrium, 211, 1–7. Andrianto, D., Katayama, D., & Suzuki, D. 2015. Screening Of Antioxidant And Antihyperlipidemic Potencies Of Indonesian Underutilized Fruits. J Forest Biomass Utilization Soc, 1, 19–25. Ariviani, S., Her, N., & Parnanto, R. 2013. Kapasitas Antioksidan Buah Salak Salacca Edulis Reinw Kultivar Pondoh, Nglumut Dan Bali Serta Korelasinya Dengan Kadar Fenolik Total Dan Vitamin C. AGRITECH, 333, 324–333. Asiah, N., Septiyana, F., Saptono, U., Cempaka, L., & Sari, D. A. 2017. Identifikasi Cita Rasa Sajian Tubruk Kopi Robusta Cibulao. Barometer, 2July, 52–56. Ayuni, N. W. D., Sari, I. G. A. M. K. K., & Adiaksa, I. M. A. 2017. Market Testing Terhadap Produk Kopi Biji Salak. PROSIDING SENTRINOV TAHUN 2017, 3, 383–396. Boesveldt, S., & de Graaf, K. 2017. The Differential Role Of Smell And Taste For Eating Behavior. Perception, 463–4, 307–319. Chan, S., & Garcia, E. 2011. Comparative Physicochemical Analyses Of Regular And Civet Coffee. The Manila Journal of Science, 71, 19–23. Chang, D. 2012. Is this the Inventor of Bubble Tea? CNN International. Esposito, F., Fasano, E., Vivo, A. De, Velotto, S., Sarghini, F., & Cirillo, T. 2020. Processing Effects On Acrylamide Content In Roasted Coffee Production. Food Chemistry Journal, 319August 2019, 1–7. Hu, G., Peng, X., Gao, Y., Huang, Y., Li, X., & Su, H. 2020. Effect Of Roasting Degree Of Coffee Beans On Sensory Evaluation Research From The Perspective Of Major Chemical Ingredients. Food Chemistry, 331January, 1–10. Jeltema, M., Beckley, J., & Vahalik, J. 2016. Food Texture Assessment And Preference Based On Mouth Behavior. Food Quality and Preference, 52, 160–171. Jeszka-skowron, M., Frankowski, R., & Zgoła-Grześkowiak, A. 2020. Comparison Of Methylxantines, Trigonelline, Nicotinic Acid And Nicotinamide Contents In Brews Of Green And Processed Arabica And Robusta Coffee Beans – Influence Of Steaming, Decaffeination And Roasting Processes On Coffee Beans. Food Science and Technology, 125109344, 1–9. Karta, I. W., Susila, A. N. K., Mastra, I. N., & Dikta, P. G. A. 2015. Kandungan Gizi Pada Kopi Biji Salak Salacca Zalacca Produksi Kelompok Tani Abian Salak Desa Sibetan Yang Berpotensi Sebagai Produk Pangan Lokal Berantioksidan Dan Berdaya Saing. Jurnal Virgin, 12, 123–133. Lokaria, E., & Susanti, I. 2018. Uji Organoleptik Kopi Biji Salak Dengan Varian Waktu Penyangraian. BIOEDUSAINS Jurnal Pendidikan Biologi Dan Sains, 12, 34–42. Mazumdar, P., Pratama, H., Lau, S., How, C., & Ann, J. 2019. Trends In Food Science & Technology Biology , Phytochemical Profile And Prospects For Snake Fruit An Antioxidant- Rich Fruit Of South East Asia. Trends in food science & technology, 91, 147–158. Ompi, G. F., Pakasi, C. B. D., & Benu, N. M. 2012. Strategi Pemasaran Kopi Biji Salak “KOBISA” Di Desa Pangu Kecamatan Ra- Tahan Timur Kabupaten Minahasa Tenggara. COCOS Jurnal Ilmiah Fakultas Pertanian Universitas Sam Ratulangi, 71, 1–6. Prayogo, K., Wulandari, W., & Suhartatik, N. 2016. Pembuatan Kopi Biji Salak Salacca Zalacca Dengan Variasi Lama Penyangraian Dan Penambahan Bubuk Jahe. Jurnal Teknologi Dan Industri Pangan, 12, 69–78. Raharja, K. T., Wirjatmadi, B., & Adriani, M. 2017. Pemberian Buah Kawista Menghambat Peningkatan Kadar Malondialdehid Serum JTech 91, 7 - 13 Raharja Chabibah Sudarmayasa Romadhoni doi p-issn/e-issn2252-4002/2546-558X PEMBUATAN BOBA KOPI BIJI SALAK SEBAGAI PANGAN FUNGSIONAL SUMBER ANTIOKSIDAN 13 Tikus Wistar Yang Dipapar Asap Rokok. Jurnal Kedokteran Brawijaya, 293, 190–195. Spence, C. 2015. On The Psychological Impact Of Food Colour. Flavour, 41, 1–16. Susila, L. A. N. K. E. 2016. Salacca Coffee Made Of Snake Fruit Seed Waste. International Conference of Young Scientists. Syaeftiana, N. A. 2017. Formulasi Bubble Pearls Dengan Penambahan Tepung Torbangun Coleus amboinicus Lour. Skripsi Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Werdyani, S., Jumaryatno, P., & Khasanah, N. 2017. Antioxidant Activity Of Ethanolic Extract And Fraction Of Salak Fruit Seeds Salacca zalacca gaertn. voss. using DPPH 2,2-diphenyl-1- picrylhydrazyl method. Eksakta Jurnal Ilmu-Ilmu MIPA, 172, 137–146. Wijk, R. A. De, Smeets, P. A. M., Polet, I. A., Holthuysen, N. T. E., Zoon, J., & Vingerhoeds, M. H. 2018. Aroma Effects On Food Choice Task Behavior And Brain Responses To Bakery Food Product Cues. Food Quality and Preference, 68February, 304–314. Yelp. 2019. Best Boba Milk Tea In Los Angeles. milk tea&find_loc=Los Angeles%2C CA&start=750. ... Pembuatan bubble pearl dari tapioka dengan substitusi pati sagu didasarkan pada prosedur Raharja et al., 2021 Tapioka, pati sagu, gula dan air ditimbang masing-masing sesuai dengan formulasi pada Tabel 1. Air direbus sampai mendidih dan ditambahkan gula hingga larut. Larutan gula panas dituangkan ke dalam campuran tapioka dan pati sagu dan diaduk sehingga kalis. ...Y. Erning IndrastutiAndreas Yolan KristandiFenny ImeldaPati sagu hasil industri tradisional di Kalimantan Barat memiliki aroma asam dan berwarna kecoklatan sehingga hanya digunakan secara terbatas pada pembuatan kue-kue tradisional. Tujuan dari penelitian ini adalah mengevaluasi karakteristik fisikokimia dan organoleptik bubble pearl tapioka yang disubstitusi pati sagu hasil dari industri tadisional asal Kalimantan Barat. Hasil penelitian ini diharapkan dapat mendiversifikasi penggunaan pati sagu lokal. Bubble pearl dibuat dengan berbagai proporsi tapioka dan pati sagu 1000; 9010; 8020; 7030% dan dianalisis kadar air, kekerasan, kehilangan padatan akibat pemasakan, waktu pemasakan, kapasitas rehidrasi, dan analisis hedonik warna, rasa, aroma dan kekenyalan. Hasil penelitian menunjukkan subtitusi pati sagu pada bubble pearl memengaruhi kadar air, kekerasan, kehilangan padatan akibat pemasakan, waktu masak, kapasitas rehidrasi, warna dan aroma bubble pearl. Subtitusi pati sagu tidak memengaruhi rasa dan kekenyalan bubble pearl. Semakin besar subtitusi pati sagu maka kadar air, kekerasan, kapastitas rehidrasi semakin meningkat. Semakin besar subtitusi pati sagu maka kehilangan padatan akibat pemasakan, waktu masak, warna dan aroma bubble pearl semakin menurun. Pati sagu hasil industri tradisional lokal Kalimantan Barat dapat digunakan untuk mensubtitusi bubble pearl tapioka, meskipun panelis lebih menyukai bubble pearl dari 100% tapioka dari segi warna dan aroma. Pati sagu hasil industri lokal mempunyai potensi dimanfaatkan sebagai bubble pearl dengan perbaikan pada warna dan aroma pati seeds have been developed as a beverage, but there was still a little amount of research that focused on salak seeds. This research was conducted to find out the chemical compounds and the antioxidant activity of ethanolic extract and fraction of salak fruits seeds Salacca zalacca Gaertn. Voss. which have been grown extensively in Sleman Yogyakarta. Extraction was conducted using maceration, followed by fractionation using vacuum liquid chromatography. The identification of the chemical compounds contained in the ethanolic extract and fraction was performed by thin layer chromatography method, while the antioxidant activity was performed by DPPH method. Comparison of antioxidant activity was seen using IC50 values. The results showed that ethanol extract and fraction contained phenol, flavonoid, and tannin. The largest antioxidant activity was found in F7 with an IC50 value of μg / robusta Cibulao merupakan salah satu produk unggulan yang banyak dikonsumsi masyarakat dan memiliki kekhasan dalam sajian tubruk. Dalam teknik penyeduhan, suhu dan tingkat kehalusan bubuk menjadi faktor penentu yang mempengaruhi kualitas cita rasa seduhan kopi yang dihasilkan. Semakin tinggi suhu penyeduhan maka hal tersebut akan meningkatkan laju ekstraksi komponen komponen kimia yang larut dalam air. Kehalusan partikel kopi akan meningkatkan luas permukaan dan laju ekstraksi kopi pada saat penyeduhan. Penelitian ini dilakukan untuk mengidentifikasi atribut cita rasa kopi pada berbagai suhu penyeduhan 85, 92, 99oC pada berbagai tingkat kehalusan bubuk halus, medium dan kasar. Penilaian tiap sampel dilakukan secara skoring dengan 2 dua kali pengulangan. Dari keseluruhan penilaian, atribut cita rasa seduhan kopi dilakukan oleh panelis terlatih. Hasil menunjukkan bahwa atribut cita rasa sajian tubruk kopi robusta Cibulao dengan penilaian tertinggi berada pada suhu penyeduhan 92oC dengan tingkat kehalusan medium. Sanne BoesveldtKees de GraafFood choice and food intake are guided by both sensory and metabolic processes. The senses of taste and smell play a key role in the sensory effects on choice and intake. This article provides a comprehensive overview of, and will argue for, the differential role of smell and taste for eating behavior by focusing on appetite, choice, intake, and satiation. The sense of smell mainly plays a priming role in eating behavior. It has been demonstrated that orthonasal odor exposure induces appetite specifically for the cued food. However, the influence of odors on food choice and intake is less clear, and may also depend on awareness or intensity of the odors, or personality traits of the participants. Taste on the other hand, has a clear role as a macronutrient sensing system, during consumption. Together with texture, taste is responsible for eating rate, and thus in determining the oral exposure duration of food in the mouth, thereby contributing to satiation. Results from these experimental studies should be taken to real-life situations, to assess longer-term effects on energy intake. With this knowledge, it will be possible to steer people’s eating behavior, as well as food product development, toward a less obesogenic society. Stephanie ChanRegular and Civet coffee beans of the Coffea robusta variety were analysed for α-tocopherol and caffeine contents by HPLC, surface microstructure by SEM, minerals by EDX. Probably due to absorption, the α-tocopherol content of the civet coffee beans was lower compared to the regular robusta coffee beans. Heating damages the cell membrane and vacuoles, causing an increased release of α-tocopherol and caffeine. Interestingly, calculations showed that roasting produced a more pronounced increase in α-tocopherol content in regular robusta than in the civet counterpart. Meanwhile, the caffeine content increase of the Civet coffee beans may be attributed to the possible formation of amino acids which are precursors of caffeine biosynthesis. SEM revealed that civet coffee beans acquired surface micro-pitting due to the action of digestive enzymes. The roasted regular robusta and civet coffee beans showed a smoother surface due to the fusion of cellulose in the cell wall. The mineral content of the civet coffee beans were lower than that of regular robusta which may have been an effect of absorption by the the most consumed beverage in the world, the material basis of the sensory quality for roasted coffee beans has always received much attention. The objective of the present study was to clarify the physical morphology changes, main chemical ingredients and cupping scores of arabica coffee beans of different roasting degrees, by scanning electron microscopy SEM, nuclear magnetic resonance NMR and sensory analysis, respectively. Statistical analysis of the data by multivariate analysis demonstrated that trigonelline, sugars, malate, quinic acids, γ-butyro-lactone and acetate have the potential to be new roasting markers. Additionally, in all the sensory indicators, body and acidity were found to be susceptible to roasting degree. Basing on cluster heatmap and sensory molecular network, the complex relationships between sensory indicators and ingredients were discussed. The results of partial least squares regression PLSR showed that the content of the main coffee ingredients can be used to predict the body differences among several popular brewed beverages in relation to content of caffeine, theobromine, theophylline, trigonelline, nicotinic acid and amide were studied. Caffeine, the main active component of the green and roasted Arabica and Robusta coffees, was also found in Yerba mate tea and other beverages such as teas. On the other hand, it has been found that roasted grain beverages that are used as a coffee substitute contain 5000-10000 times less caffeine. In addition the effect of coffee treatment such as roasting, steaming and decaffeination processes of coffee beans was analyzed. It was shown that the steaming and/or light roasting processes have influenced the methylxantines and trigonelline content. Decaffeination process has decreased the level of theobromine and theophylline and increased the content of nicotinic acid and there was no change in nicotinamide in Vietnam Robusta is a toxic compound that develops during the roasting process of coffee beans. According to literature, the levels of acrylamide in coffee vary with the percentage of Robusta type in the mix and with the time-temperature parameters during the roasting process. Therefore, this study aimed to find the best roasting conditions in order to mitigate acrylamide formation. Two types of roasted coffee Arabica and Robusta were analyzed through GC-MS and two clean-up methods were compared. The best roasting conditions were optimized on an industrial scale and the median levels of acrylamide decreased from the range 170-484 µg kg⁻¹ to 159-351 µg kg⁻¹, after the optimization of roasting parameters. Therefore, the choice of the best conditions, according to the percentage of Robusta type in the finished product, could be an efficient mitigation strategy for acrylamide formation in coffee, maintaining the manufacturer's requirements of the finished product. Keyords Acrylamide PubChem CID 6579Background Snake fruit Salacca zalacca is a unique tropical palm that bears fruit, botanically known as drupes, with a leathery and scaly skin that resembles snake scales. A number of studies have demonstrated that the nutritional profile of this fruit is comparable to those of better known fruits like mango, kiwi and apple, owing to its richness in antioxidants, phenolics, vitamins and minerals. Despite immense food and medicinal benefits, snake fruit is still underutilized and unknown to the global market. Scope and approach To gain empirical knowledge on snake fruit farming from propagation to harvesting, we interviewed four farmers during our educational visit to two snake fruit orchards located at the Desa Pertapahan Riau and Kampar Balige North Sumatra, Indonesia. In this review, we link together the knowledge shared by farmers and current information extracted from literature, to generate a baseline understanding of the agronomy, nutrient, phytochemical and volatile composition, therapeutic potency and future potential for the snake fruit industry. Key findings and conclusions We identify the key challenges for improved utilization of snake fruit as a lack of baseline data on superior germplasm, post-harvest losses and the lack of a sustainable module for knowledge transfer. Evaluation of correlation among genotypic and phenotypic attributes and application of molecular markers will be helpful to select superior germplasm and breeding materials. Scientific research on post-harvest technology, considering the physiology and biochemistry of the fruit, will be beneficial to minimize post-harvest losses. Furthermore, a transparent knowledge sharing module involving the farmers, workers, researchers and exporters will be useful to establish the supply chains for snake fruit and their value-added products in the global market. Eka LokariaIvoni SusantiThis Research was aimed determine the effects of roasting coffe bean on organoleptic coffee bark banjarnegara Salacca zalacca var zalacca. The effect of treatment is determined using the method of completely randomized design CRD, which consists of six treatments and three replications. The treatments were P0 is the control, P1 with the roasting time of 40 minutes, P2 with a roasting time of 50 minutes, P3 with a roasting time of 60 minutes, P4 with a roasting time of 70 minutes and P5 with a roasting time of 80 minutes. Based on the Anova test track with significant level of 5 percent showed significant results that Fhitung more than F table followed by LSD test were obtained significantly different results in the treatment of P3 60 minutes with a number BNT Coffee bean roasting time best bark in treatment P3 with a roasting time of 60 minutes that have criteria dark brown color, very fragrant aroma, smooth texture, taste bitter, and acceptance of like . The results showed that the higher the quality of coffee beans bark the higher the acceptance of society to bark bean coffee. Keywords roasting, the beans bark banjarnegara salacca zalacca var zalaccaBread, and especially whole grain bread is an important source of dietary fibers. It was tested with behavioral and fMRI measures whether bread becomes more attractive when it is presented with bread aroma. Twenty-eight healthy normal-weight women were exposed to images of bakery products brown bread, white bread and cookies without aroma or with a congruent bread aroma or non-congruent “warm wood” aroma. In general, product effects were larger than aroma effects. Images of brown bread were preferred over images of white bread as shown by direct comparisons, choice reaction times, as well as liking and wanting scores. Aroma had no effect on liking and wanting, but did affect food choice task behavior, where images of brown bread were preferred more often in the presence of warm wood aroma and images of cookies were preferred more often in the presence of bread aroma. The fMRI data suggest that bread aroma may increase the salience of bakery products compared to no aroma and a non-food aroma. Specifically, bread aroma induced greater activation for cookies in areas related to reward anticipation. The correlations between behavioral measures and brain responses suggest lower attention for and a habitual response to brown bread and higher attention and a more goal-directed response to white bread. In conclusion, aroma can affect choice task behavior for brown and white bread albeit in an incongruent manner. The more habitual response to brown compared with white bread suggested by the neural data underscores that nudging towards brown bread consumption with bread aroma will probably not be effective. REPUBLIKACO.ID, YOGYAKARTA -- Lima mahasiswa Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar (PGSD) FKIP Universitas Ahmad Dahlan (UAD) Yogyakarta berhasil mengalahkan 170 tim peneliti dari 11 negara di dunia di ajang The 3rd International Young Inventaris Awards di Surabaya, Jawa Timur pekan lalu. Mereka berhasil meraih meraih emas atas penelitian mereka berupa teh dari kulit salak untuk Ari. G. W., Dea. Winda. Fajar. S. 2018. Pengaruh Waktu Kontak Dan Keasaman Terhadap Daya Bio Adsropsi Limbah Sabut Kelapa Hijau Pada Ion Logam Timbal II. Kovalen. Vol. 4. No. 2, September 2018. Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Bakti Tunas Husada Tasikmalaya. Arifiyana. D., Vika. A. D., 2020. Biosorpsi Logam Besi Fe Dalam Media Limbah Cair Artifisial Menggunakan Biadasroben Kulit Pisang Kepok Musa acuminate. Jurnal Riset Kimia. Vol. 5. No. 1, Juni 2020. Akademi Farmasi Surabaya Ashraf, MA., Maah, MJ.,Yusoff,I.,2010, Study of Banana peel Musa sapientum as a Cationic Biosorben, American-Eurasian Fajri, Arinal., Dora Arista, Maya Sari, 2019, Pengolahan Limbah Laboratorium Kimia Dengan Sistem Penyaringan Sederhana, Journal of Sainstek 10120-23, Tanah Datar Institut Agama Islam Negeri Batusangkar. Hajar, E., WI., Sitorus, RS., Mulianigtias, N., Welan, FJ., 2016, Efektivitas Adsorpsi Logam Pb2+ dan Cd2+ Menggunakan Media Adsorben Cangkang Telur Ayam. Konversi 511-7, Samarinda Universitas Mulawarman. Hikmawati, Dwi. I. 2018. Studi Perbandingan Kinerja Serbuk dan Arang Biji Salak Pondoh Salacca zalacca pada Adsorbsi Metilen Biru. Chimica et Natura Acta Universitas PGRI Madiun. Madiun. Kurniasari, L., 2010, Pemanfaatan Mikroorganisme Dan Limbah Pertanian Sebagai Bahan Baku Biosorben Logam Berat, Momentum 625-8, Semarang Universitas Wahid Hasyim. Lusiana. U., 2012. Penerapan Kurva Kalibrasi, Bagan Kendali Akurasi dan Persisi Sebagai Pengendalian Mutu Internal Pada Pengujian COD Dalam Air Limbah. Biopropal Industri. Vol. 3 Juni 2012. Mawardi., Sanjaya, H., dan Zainul, R. 2015. Characterization of Napa Soil and Adsorption of Pb II from Aqueous Solution Using on Coloumn Method. Journal of Chemical and Pharmaceutical Research, 7, 12, 901-912. Nurhasni, Hendrawati, dan Saniyyah, N., 2014. Sekam Padi untuk Menyerap Ion Logam Tembaga dan Timbal dalam Air Limbah. Jurnal Valensi Mei 2014 36-44. Nurhayati, I., Sugito, Ayu., P., 2018. Pengolahan Limbah Cair Laboratorium Dengan Adsropsidan Pretreatment Netralisasi dan Sians dan Teknologi Lingkungan. Vol. Juni 2018. Program Studi Teknik Lingkungan Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan. Universitas PGRI Adi Buana, Surabaya Pujiasih, Dyah Ayu., Nurhasanah., dan Mega Nurhanisa. 2019. Pengaruh Penambahan Karbon Aktif Biji Salak Salacca edulis pada Sistem Filtrasi Air Gambut. Prisma Fisika, Vol. 7, No. 3, Hal. 275-281. Fakultas MIPA Universitas Tanjungpura. Pontianak. Riapanitra. A., Tien. S., Kapti. R., 2006. Penentuan Waktu Kontak dan Ph Optimum Penyerapan Metilen Biru Menggunakan Abu Sekam Padi. Jurusan Kimia, Program Studi MIPA Unsoed Purwokerto Radyawati. Kulit Pisang Kepok UntukPenyerapan Logam Timbal Pb danLogam Seng Zn. Saifudin, A., Rahayu, V., danTeruna, H. Y. 2011. Standardisasi Bahan Obat Alam. Yogyakarta Sepryani. H., Mega. E., Ameliya. E. 2017. Optimasi pH Terhadap Penyerapan Ion Logam Timbal Dengan Menggunakan Biomaterial Batang Pisang Kepok Musa accuminata balbisiana colla. September 2017. Akademi Analais Kesehatan Pekanbaru. Akademi Refraksi Optik Padang Sunu, P. 2001. Melindungi Lingkungan dengan Menerapkan ISO 14001. Jakarta Gramedia Widiasarana Indonesia. Susanti, R., Dewi Mustikaningtyas, Fitri Arum Sasi, 2014, Analisis Kadar Logam Berat pada Sungai di Jawa Tengah, Sainteknol 121, Semarang Universitas Negeri Semarang. Turmuzi, M, Arion, S. 2015. Pengaruh Suhu Dalam Pembuatan Karbon Aktif Dari Kulit Salak Salacca edulis Dengan Impergnasi Asam Fosfat Widayanto, T., Teti, Y., Agung, 2017. Adsropsi Logam Berat Pb Dari Limbah Cair Dengan Adsorben Aeang Bambu Aktif. Jurnal Tekonologi Bahan Alam. Vol. 1, Fakultas Teknik Universitas Muhammaadiyah Surakarta. Widhianingrum, Inawati., Khoirun, Vivi, A., Bekti, N. 2016. Penurunan Ion Logam Kadmium Menggunakan Biji Salak Sebagai Adsorben Pada Limbah Indusrtri “X”. Inovasi Teknik Kimia, Vol. 1, Universitas Wahid Hasyim. Semarang. Wiendarlina. I. Y., Min. R., Fajar. 2018. Aktivitas Hepatoprotektor Ekstrak Air Herba Pegagan Daun Kecil Centella asiatica. L. Urb. Terhadap Tikus Putih Jantan Sprague DawleyL. Yang Diinduksi Dengan Parasetamol. Fitofarmaka Jurnal Ilmiah Farmasi. Vol. 8 Juni 2018. Zein, R., Novrizaldi, Wardana, Refilda, Hermansyah, A., 2018. Kulit Salak Sebagai Biosorben Potensial untuk Pengolahan Timbal II dan CadmiumII dalam Larutan. Chimica et Natura Acta, Vol. 6 No. 2 56 – 64. Andalas University. Padang Indonesia

pembuatanteh Aloe Stevia dipersiapkan terlebih dahulu. Bahan yang disiapkan antara lain daun . Daun Aloe VeraAloe Vera dikupas dan diambil kulitnya, kemudian kulit Aloe Vera dibersihkan dari lendir. Kulit Aloe Vera di cuci agar produk yang dihasilkan baik dan tahan lama. Kulit Aloe Vera direduksi dengan ukuran ± 1 cm. Kulit Aloe Vera dikeringkan

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas. Desa banua Anyar, Kecamatan Bakumpai, Kalimantan Selatan 01/09/2022 -Teh merupakan minuman alami yang baik untuk kesehatan dan mampu menstimulasi system sedikit masyarakat yang memanfaatkan jeruk sebagai buah nya saja dan membuang kulitnya sehingga tidak dimanfaatkan. Bukan hanya kulit jeruk saja yang bisa dibikin teh . kulit buah lemon, buah naga, buah apel, dll juga bisa dimanfaatkan. Program kerja ini dimanfaatkan oleh Helma Amanda Mahasiswa Program Studi S1 FARMASI Fakultas Farmasi Universitas Muhammadiyah Banjarmasin yang sedang melaksanakan kegiatan pengabdian kepada masyarakat bimbingan dari Bapak Roly Marwan Mathuridy, Ns., di Desa Banua Anyar, Kec. Bakumpai, Kalimantan Selatan untuk memanfaatkan limbah dari kulit jeruk menjadi teh seduhan yang dapat membantu meningkatkan imunitas tubuh. Khasiat teh dari kulit jeruk 1. Atasi sembelit2. Mengatur kadar gula darah3. Menurunkan berat badan4. Meningkatkan kesehatan paru-paruCara pembuatan the dari kulit jeruk 1. Kupas jeruk, lalu ambil Cuci dengan bersih kulit jeruk lalu iris-iris/potong Didihkan air lalu masukkan kulit jeruk. Rebus sebentar lalu matikan api. Diamkan kurang lebih 4-5 Tuangkan dalam gelas dan disaring. Bisa ditambahkan gula atau Jika menambahkan gula, secukupnya saja atau sesuai selera. Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya Tehkulit salak dapat mengatasi berbagai macam permasalahan tubuh terutama penyakit diabetes. The kulit salak dibuat atas dasar manfaat dari kulit salak untuk tubuh. Tentunya pembuatan the kulit salak juga bisa untuk mengganti minuman teh yang dikomsumsi masyarakat dengan minuman teh yang lebih sehat. Serta mengurangi sampah atau limbah yang PENELITI dari kalangan mahasiswa Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya Malang mengungkapkan limbah kulit salak yang sudah diolah menjadi serbuk teh mampu menjadi obat penurun panas dan diabetes."Ide dasar pembuatan teh dari kulit salak ini bermula dari keinginan kami untuk memanfaatkan limbah kulit salak karena mengandung unsur aktif 'Cinamic acid derivative'," kata salah seorang mahasiswa yang tergabung dalam penelitian teh kulit salak tersebut Mhas Agoes Triambada di Malang, Rabu 8/5. Selain Mhas Agoes Triambada, ada empat mahasiswa lain yang mendukung penelitian tersebut, yakni Audisty Oktavian, Saraswati, Wildan Noor, dan lanjut Mhas Agoes mengatakan bahwa Cinamic acid derivative merupakan senyawa yang mampu mendorong regenerasi sel epitel. Zat tersebut juga berperan penting dalam proses perbaikan pankreas pada penderita diabetes tipe aktif lain yang terkandung dalam kulit salak yang sudah diolah menjadi teh itu, kata Mhas Agoes, adalah Pterostilbene, yakni zat anti diabetes yang berperan langsung dalam menurunkan kadar gula berbahan baku limbah kulit salak karya lima mahasiswa Universitas Brawijaya UB Malang yang diberi nama "Litlak Tea" itu dijual seharga Teh kulit salak tersebut diolah menjadi sejumlah varian rasa, yakni original, cokelat, dan vanila dengan ukuran gelas original dikhususkan untuk penderita diabetes, sedangkan rasa cokelat dan vanila untuk kalangan non-diabetes. "Kami berharap teh hasil penelitian kami ini bisa diterima oleh semua kalangan sebagai minuman sehat dan nikmat, terutama bagi penderita diabetes," mahasiswa tersebut juga berharap ada investor yang mau bergabung untuk memajukan dan mengembangkan peluang usaha tersebut dan akhirnya bisa diterima pasar secara luas.***sumber JurnalPangan dan Agroindustri Vol. 3 No 1 p.203-214, Januari 2015 dikembangkan menjadi teh herbal kulit salak untuk pengobatan diabetes.Dari hasil penelitian teh herbal kulit salak menggunakan perlakuan proporsi filtrat kulit salak : pandan wangi (60:40), Dalam pembuatan teh herbal kulit salak ini digunakan pemanis alami bebas kalori MEfJcG0.
  • d0nyfrz7d0.pages.dev/361
  • d0nyfrz7d0.pages.dev/187
  • d0nyfrz7d0.pages.dev/368
  • d0nyfrz7d0.pages.dev/271
  • d0nyfrz7d0.pages.dev/113
  • d0nyfrz7d0.pages.dev/415
  • d0nyfrz7d0.pages.dev/438
  • d0nyfrz7d0.pages.dev/181
  • jurnal pembuatan teh dari kulit salak